RINDU SEORANG GURU
Rindunya Guru Melampaui Keterbatasannya
Di awal tahun 2020 lalu dunia dikejutkan dengan merebaknya pandemi global coronavirus disease 2019 (Covid-19) yang menjangkiti mayoritas negara di belahan dunia termasuk Indonesia. Virus ini dianggap serius dikarenakan berkembangnya sangat cepat, dimana dapat menyebabkan infeksi lebih parah dan gagal organ sehingga orang dengan masalah kesehatan sebelumya lebih cepat mengalami kondisi darurat ketika terpapar virus ini.
Berbagai upaya ditempuh pemerintah Indonesia untuk menekan penyebaran virus Covid-19 yang sangat cepat ini termasuk lockdown, sehingga mayoritas kegiatan di beberapa lembaga baik formal maupun non formal, baik lembaga komersil maupun jasa dirumahkan, tak terkecuali lembaga pendidikan. Langkah ini ditempuh untuk menghindari kerumunan yang merupakan salah satu penyebab utama penyebarannya.
Ketika kita masuk dalam lingkungan pendidikan, guru adalah tokoh utama. Guru seyogyanya lebih siap beradaptasi dengan segala kondisi. Guru memiliki peran ganda yakni bertanggungjawab atas muridnya, di sisi lain sebagian guru adalah kepala keluarga. Maka, problem guru dalam mengajar di masa pandemi Covid19 dapat kita katakan “Rindunya guru melampaui keterbatasan”. Karena disinilah guru dituntut untuk tetap kreatif dalam mendidik muridnya ketika hadirnya makhluk Allah yang memutus rantai dunia pendidikan.
Selama 1 tahun ini kita sudah terbiasa dengan istilah pembelajaran daring dan luring. Istilah ini muncul sebagai salah satu bentuk pola pembelajaran di era teknologi informasi seperti sekarang ini. Daring merupakan singkatan dari “dalam jaringan” sebagai pengganti kata online yang sering kita gunakan dalam kaitannya dengan teknologi internet. Pembelajaran daring artinya adalah pembelajaran yang dilakukan secara online, menggunakan aplikasi pembelajaran maupun jejaring sosial. Pembelajaran daring merupakan pembelajaran yang dilakukan tanpa melakukan tatap muka, tetapi melalui platform yang telah tersedia. Segala bentuk materi pelajaran didistribusikan secara online, komunikasi juga dilakukan secara online, dan tes juga dilaksanakan secara online. Sistem pembelajaran melalui daring ini dibantu dengan beberapa aplikasi, seperti Google Classroom, Google Meet, Nuadu dan Zoom. Sedangkan luring adalah kepanjangan dari “luar jaringan” sebagai pengganti kata offline. Kata “luring” merupakan lawan kata dari “daring”. Dengan demikian, pembelajaran luring dapat diartikan sebagai bentuk pembelajaran yang sama sekali tidak dalam kondisi terhubung jaringan internet maupun internet.
Sistem pembelajaran daring mau tidak mau harus tetap dilakukan di tengah pandemi Covid-19. Sebab, tidak mungkin peserta didik dibiarkan libur panjang hingga virus corona pergi. Dan kita tidak tau kapan virus corona ini hilang dari permukaan bumi.
PERAN GURU
Ketika kita masuk dalam lingkungan pendidikan, guru adalah tokoh utama. Guru seyogyanya lebih siap beradaptasi dengan segala kondisi. Guru memiliki peran ganda yakni bertanggungjawab atas muridnya, di sisi lain sebagian guru adalah kepala keluarga. Maka, problem guru dalam mengajar di masa pandemi Covid19 dapat kita katakan “Rindunya guru melampaui keterbatasan”. Karena disinilah guru dituntut untuk tetap kreatif dalam mendidik muridnya ketika hadirnya makhluk Allah yang memutus rantai dunia pendidikan.
Walaupun pengumuman pemerintah yang membuka peluang bagi sekolah untuk melaksanakan pendidikan sekolah secara tatap muka atau luring telah diserahkan kepada pemerintah daerah dan intitusi pendidikan setempat yang “dianggap” lebih mengerti kondisi daerahnya termasuk yayasan kita tersayang yaitu Yayasan Pendidikan Budi Insan Cendekia (YPBIC) yang memiliki keinginan untuk melakukan sekolah secara luring. Namun tentunya, dengan tetap menjaga protokol kesehatan secara ketat yaitu untuk selalu 3M.
Berbagai upaya ditempuh pemerintah Indonesia untuk menekan penyebaran virus Covid-19 yang sangat cepat ini termasuk lockdown, sehingga mayoritas kegiatan di beberapa lembaga baik formal maupun non formal, baik lembaga komersil maupun jasa dirumahkan, tak terkecuali lembaga pendidikan. Langkah ini ditempuh untuk menghindari kerumunan yang merupakan salah satu penyebab utama penyebarannya.
Selama 1 tahun ini kita sudah terbiasa dengan istilah pembelajaran daring dan luring. Istilah ini muncul sebagai salah satu bentuk pola pembelajaran di era teknologi informasi seperti sekarang ini. Daring merupakan singkatan dari “dalam jaringan” sebagai pengganti kata online yang sering kita gunakan dalam kaitannya dengan teknologi internet. Pembelajaran daring artinya adalah pembelajaran yang dilakukan secara online, menggunakan aplikasi pembelajaran maupun jejaring sosial. Pembelajaran daring merupakan pembelajaran yang dilakukan tanpa melakukan tatap muka, tetapi melalui platform yang telah tersedia. Segala bentuk materi pelajaran didistribusikan secara online, komunikasi juga dilakukan secara online, dan tes juga dilaksanakan secara online. Sistem pembelajaran melalui daring ini dibantu dengan beberapa aplikasi, seperti Google Classroom, Google Meet, Nuadu dan Zoom. Sedangkan luring adalah kepanjangan dari “luar jaringan” sebagai pengganti kata offline. Kata “luring” merupakan lawan kata dari “daring”. Dengan demikian, pembelajaran luring dapat diartikan sebagai bentuk pembelajaran yang sama sekali tidak dalam kondisi terhubung jaringan internet maupun internet.
Sistem pembelajaran daring mau tidak mau harus tetap dilakukan di tengah pandemi Covid-19. Sebab, tidak mungkin peserta didik dibiarkan libur panjang hingga virus corona pergi. Dan kita tidak tau kapan virus corona ini hilang dari permukaan bumi. Walaupun pengumuman pemerintah yang membuka peluang bagi sekolah untuk melaksanakan pendidikan sekolah secara tatap muka atau luring telah diserahkan kepada pemerintah daerah dan intitusi pendidikan setempat yang “dianggap” lebih mengerti kondisi daerahnya termasuk yayasan kita tersayang yaitu Yayasan Pendidikan Budi Insan Cendekia (YPBIC) yang memiliki keinginan untuk melakukan sekolah secara luring. Namun tentunya, dengan tetap menjaga protokol kesehatan secara ketat yaitu untuk selalu 3M. 3M sangat mudah untuk dilakukan dan bisa memutus rantai penyebaran Covid19. Yaitu Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak. Tentunya, hal ini tidak semudah membalikan telapak tangan. Semua butuh proses dan kesadaran diri untuk mengembalikan keadaan yang sudah terlanjur seperti ini.
Pengumuman ini juga selain menunjukkan peluang yang bagus agar dapat menjalankan sekolah secara luring karena sepertinya rindu ini sudah berat, entah kapan rindu ini bisa bertemu dengan si pemiliknya, agar dapat tercurah semua isi dari rindu ini. Namun, kembali lagi hal ini tentunya tidak mudah karena ini sekaligus tantangan bagi Yayasan jika ditemukan kasus terpapar Covid-19 pada suatu intitusi pendidikan atau sebut saja yayasan kami YPBIC maka yayasan sekolah harus ditutup dan sepenuhnya kembali belajar secara daring. Dan pupus sudah harapan kami untuk mempertemukan rindu dengan pemiliknya. “karena hadir adalah hadiah paling indah untuk rindu yang membuncah” –Anonim-
Harapan kita semua, semoga Covid-19 segara berlalu dan sekolah dapat kembali di buka. Kuncinya, semua orang mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah. Sehingga dapat mengembalikan daerah ke zona aman sebagai syarat pembukaan sekolah. Semoga para guru tetap semangat dalam menciptakan sistem pembelajaran daring yang lebih kreatif dan inovatif. Hidup guru, Hidup pendidikan Indonesia…! Hidup YPBIC!! YPBIC… jaya!!
Bapak & Ibu Guru
Oleh Ibu Siti Damayanti, SP.d.
“Wahai makhluk Allah yang bernama Covid19, pergilah Covid19! Kami ingin bebas, kami ingin belajar lagi. Guru tak ada arti tanpa adanya peserta didik. Kami rindu, rindu sekali. Rindu bersama lagi, rindu berbagi ilmu, rindu menimba ilmu. Wahai muridku, sayangku! Kini, Hanya lewat layar monitor kami bisa melihatmu tanpa dapat menggapaimu, karena sesungguhnya melihatmu sama saja menumpuk rindu.
Tak ada hati ingin seperti ini. Tetaplah belajar di rumah sayang, semangatlah selalu!. Percayalah dalam sujud dan doa kami selalu ada namamu, wahai muridku sayang.
Pergilah… pergilah Covid19! Bantu kami bersama lagi, bersama untuk merangkai kisah indah si pembagi ilmu dengan si pecinta ilmu”